iklan

0

Bukti kekayaan Papua tak bisa disangkal. Sejak 1991, Freeport mendapat hak kelola tambang di Mimika. Sejak itu pula kekayaan alam Papua dikelola pihak asing.

Berdasarkan laporan keuangan Freeport McMoran, total penjualan emas Freeport sebanyak 1,01 juta ons (31,6 ton) emas dan 3,6 miliar pon ( 1,8 juta ton) tembaga. Penjualan tembaga asal Indonesia menyumbang seperlima penjualan komoditas sejenis bagi perusahaan induknya.

Laba Freeport naik sekitar 16 persen pada kuartal keempat tahun lalu menjadi USD 743 juta (Rp 7,2 triliun). Total pendapatan juga meningkat menjadi USD 4,51 miliar dari USD 4,16 miliar pada periode sama tahun sebelumnya. Ironisnya, Freeport hanya memberikan royalti satu persen dari hasil penjualan emas dan 3,75 persen masing-masing untuk tembaga dan perak. Karena itulah, pemerintah masih harus mensubsidi Papua. Memang sangat disayangkan, sebagai pemilik dari kekayaan alam yang begitu dahsyatnya, Indonesia hanya mendapat royalty sebesar 1% saja.

Namun, hal ini dibantah oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai selama ini banyak pihak yang salah kaprah terhadap Papua. Opini bahwa hampir semua kekayaan alam Papua dikeruk dan dibawa ke luar negeri, sedangkan penduduk pribumi hanya menjadi jongos di negeri sendiri dianggap JK keliru.

Pasalnya, terlepas dari kekayaan alam yang dimilikinya, JK menegaskan pemerintah setiap tahunnya masih memberikan subsidi untuk pembangunan Papua sebesar Rp 17 triliun.

"Subsidi setiap tahun mencapai Rp 17 triliun,” ungkapnya saat hadir di Mabes TNI, Cilangkap, untuk melakukan penandatanganan kerja sama (memorandum of understanding/ MoU) antara TNI dengan PMI, Kamis, 11 Desember 2014.

Lebih lanjut Jusuf Kalla menjelaskan, negara harus mensubsidi Papua, karena hasil pajak, royalti dan kekayaan lainnya hanya mencapai Rp 18 triliun sementara kebutuhan untuk pembangunan Papua mencapai Rp 35 triliun.

Bukti bahwa masih ada royalti meski hanya sebesar 1 persen membuktikan, tak semua kekayaan Papua dibawa ke luar negeri. [*]

Posting Komentar Blogger

 
Top