iklan

0

OLEH ZULFI AKMAL, Al-Azhar Cairo

Tidak ada seorangpun di antara kita barangkali yang tidak mengenal shahabat Nabi yang bernama Bilal bin Rabah. Muadzin Rasulullah yang sebelumnya adalah seorang budak milik Umayyah bin Khalaf.

Ketika beliau masuk Islam, tuannya murka hingga ia disiksa dengan siksaan yang memilukan sekali. Tubuhnya dicambuki dan dihimpit dengan batu besar di tengah terik panasnya kota Mekah. Saat itu ia hanya mengucapkan kata-kata: “Ahad…..Ahad……Ahad…..!

Sampai akhirnya ia dimerdekakan oleh Abu Bakar dan menjadi salah seorang shahabat setia Rasulullah sampai akhir hayatnya.

Ketika saya belajar sirah nabawiyah, Syekh menjelaskan kenapa beliau cuma mengatakan Ahad….Ahad…., kenapa tidak mengucapkan kaliamat yang lain, seperti; Allah…Allah…., Allahu akbar, Lailaha illallah, atau yang lainnya?

Beliau sendiri pernah ditanya tentang hal itu, jawaban beliau adalah: Tidak ada yang saya ketahui selain itu. Jadi, karena beliau baru saja masuk Islam beberapa waktu sebelumnya, beliau belum punya banyak ilmu tentang agama Islam. Yang beliau ketahui hanya itu, bahwa Tuhan yang menciptakan alam, yang mengatur segala-galanya, yang patut disembah hanya satu atau Esa. Bahkan beliau belum mengenal kata-kata “Allah”.

Beliau belum tahu ayat al Qur’an, karena ayat yang turun juga baru beberapa ayat saja. Belum tahu shalat, zakat, puasa dan haji. Belum pernah talaqqi tauhid di al Azhar, tidak belajar syari'ah di LIPIA, apalagi kuliah ke Chicago atau Oxford .

Sungguhpun belum tahu banyak, iman yang ia miliki menghunjam sampai ke seluruh aliran darah. Memenuhi setiap detak nadi. Hingga dia rela disiksa demi mempertahankan keyakinannya itu.

Di sini kita akan bisa melihat, bahwa iman itu tidak mesti berbanding lurus dengan keilmuan seseorang. Sekalipun ilmu hanya secuil, tapi didasari iman yang kokoh, ia akan membangkitkan energi luar biasa. Sebaliknya, walaupun ilmu setinggi langit, tanpa didasari iman, dia tidak akan melahirkan apa-apa selain berbangga dan berpongah riah kemudian menimbulkan kebinasaan.

Kalau standar bagusnya keislaman seseorang ditentukan oleh hafal al Qur’an dan hafal ribuan hadits, tahu ini dan itu, banyak orientalis yang jauh lebih unggul dari kita umat Islam dalam masalah itu. Iblis juga banyak pengetahuannya, bahkan pernah bercakap langsung dengan Allah. Namun itu semua tidak ada gunanya tanpa didasari iman.

Keimanan memang tidak mendatangkan ilmu tanpa belajar. Tapi iman mendatangkan hidayah dari Allah. Dia akan menjadi wadah untuk datangnya bimbingan-bimbingan langsung dari Allah.

Mari tadabburi ayat-ayat ini:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya….” (Yunus: 9)

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ

“…Dan bertakwalah kepada Allah; Allah akan mengajarimu…” (al Baqarah: 282)

وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (at Taghabun:11)

Dan banyak lagi ayat serta hadits Rasulullah yang menerangkan hal itu. Siapa yang beriman kepada Allah, Allah lah yang akan mengajari, membimbing dan memberinya petunjuk. Sebaliknya, siapa yang berpaling dan membiarkan imannya tercemar, Allah akan membiarkannya tersesat dan celaka.

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (Thaha: 123 – 124)

Bukan hanya Bilal bin Rabah muallaf yang memiliki keimanan seperti itu, hingga ia mampu melakukan apa yang tidak mampu dilakukan oleh orang yang sudah dilahirkan dalam keadaan muslim. Ada ribuan lagi manusia semacam beliau.

Tsumamah bin Utsal, ketika baru saja mengucapkan syahadat langsung memboikot pengiriman gandum dan makanan yang biasa dilakukan oleh kaumnya untuk orang Quraisy. Sampai-sampai pemuka Quraisy mengemis kepada Rasulullah supaya mau membujuk Tsumamah kembali mengirimkan sembakonya.

Abu Dzar al Ghifari dengan modal keimanan dan belajar Islam beberapa hari saja kepada Rasulullah pada akhirnya datang dengan Bani Ghifar dan Aslam - dua suku besar yang sudah biasa menjadi penyamun padang pasir yang sangat ditakuti para saudagar - menyatakan keislaman mereka.

Ath Thufail bin ‘Amr ad Dausy setelah masuk Islam kembali ke kaumnya, dan dia mampu menjadi perantara Islamnya suku ad Daus yang di antara anggotanya adalah Abu Hurairah, shahabat terbanyak meriwayatkan hadits.

Banyak lagi selain mereka, semenjak zaman Rasulullah sampai hari ini, orang yang berbuat sekalipun baru masuk Islam dan keilmuannya sangat sederhana. Bila kita sebutkan tentu akan menjadi buku yang berjilid-jilid.

Melihat kenyataan ini, tidak mesti seseorang hafal al Qur'an 30 juz dulu baru bisa berbuat demi agama ini. Tidak harus menjadi sarjana, profesor doktor baru menebar manfaat bagi orang banyak.

Bahkan justru kita sering prihatin melihat tingginya ilmu agama seseorang, tapi bukannya mendakwahkan Islam, malah membuat desas-desus yang menggoncang keimanan umat.

Ya Allah, karuniakanlah keistiqamahan kepada kami.

Posting Komentar Blogger

 
Top