iklan

0



Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Al-Mawaddah yang terletak di Jl Sadar Raya, Ciganjur, Jakarta Selatan merupakan madrasah yang dirintis dari sebuah keprihatinan akan banyaknya anak putus sekolah dan anak-anak yatim piatu yang tidak mampu bersekolah karena sebab materi.

Kedua madrasah tersebut berada dalam naungan Pondok Pesantren Al-Mawaddah asuhan KH Abdullah Hasani, SAg, MM bersama saudara kembarnya, Drs KH Abdillah Hasani. Sejak berdiri tahun 2000 silam, Pesantren Al-Mawaddah terus menerus mengalami transformasi sistem pendidikan dengan tetap berpegang pada ajaran salaf.

“Bahkan pesantren dan madrasah yang kami dirikan ini mengadopsi empat kurikulum, yakni kurikulum Kementerian Agama, Kemendikbud, Pondok Salafiyah, bahkan Pondok Modern,” terang KH Abdullah Hasani saat ditemui penulis di ndalem pesantren, Ahad (15/11/2015).

Pengadopsian ini menurut kiai yang akrab dipanggil Abah di kalangan santrinya ini, merupakan bagian dari implementasi prinsip NU, al-Muhafadzah ala al-Qodhimi al-Shalih, wa al-Akhdzu bi al-Jadidi al-Ashlah yang berarti ‘Melestarikan nilai-nilai lama yang baik, dan menambil nilai-nilai baru yang lebih baik’. Tak heran jika prinsip ini dijadikan manhaj al-fikr dalam mengembangkan pesantren dan madrasah.

Berangkat dari prinsip itu pula, MTs dan MA Al-Mawaddah menerapkan berbagai program intensif dalam rangka meningkatkan kapasitas santri di zaman yang terus menerus mengalami perubahan. Program-program intensif tersebut masih berbasis pesantren sehingga proses pembelajaran pun dapat terintegrasi dengan baik.

Adapaun program-program intensif yang diterapkan yaitu, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Amtsilati, Kajian Kitab Salaf, Praktikum Komputer, dan Kursus Menjahit. Berbagai program tersebut diintensifkan kepada para santri dengan tujuan agar mereka memiliki keterampilan menyeluruh secara teknologi, sosial, maupun spiritual. Sehingga ketika santri lulus dari pesantren dan madrasah, bisa langsung menyesuaikan diri dengan masyarakat dan dunia kerja.

Program intesif bahasa di praktikkan para santri setiap hari dengan menggunakan kedua bahasa tersebut di dalam percakapan sehari-hari. Selain materi di dalam kelas, hal ini dilakukan agar santri terbiasa dalam menggunakan kedua bahasa tersebut. Karena pengelola pondok juga memegang prinsip lawas, bahwa ‘bisa karena terbiasa’. Untuk menunjang program ini, pesantren menyediakan laboratorium bahasa.

Kemudian program Amtsilati dan Kajian Kitab Kuning juga secara integral menjadi pengayaan di dalam pembelajaran madrasah. Sehingga kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah dapat dipahami dengan baik oleh pengayaan program intensif tersebut. Program Amtsilati sendiri merupakan cara atau metode cepat penguasaan Kitab Kuning, Bahasa Arad, dan al-Qur’an dengan harapan santri dapat membaca dan memahami Kitab Kuning dengan baik dan benar.

Adapun Kursus Komputer dan Menjahit merupakan upaya pesantren dalam meningkatkan skill atau keterampilan para santri. Bahkan pesantren sendiri bertekad meningkatkan skill santri di bidang-bidang tertentu mengingat perubahan zaman berjalan dengan cepat sehingga para santri pun tidak ketinggalan zaman secara keterampilan.

Menampung serta meringankan biaya pendidikan anak yatim

Pondok Pesantren ini didirikan oleh almarhum KH Muhammad Sa’alih, ayah KH Abdullah Hasani dan KH Abdillah Hasani. Awalnya, Kiai Sa’alih merasa prihatin dengan banyaknya anak yatim yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Sampai pada akhirnya dia mendirikan asrama pendidikan Islam untuk anak-anak yatim yang sekarang berkembang menjadi Pondok Pesantren hingga mampu mendirikan madrasah.

Setiap tahun, Pesantren al-Mawaddah menampung puluhan anak yatim dengan memberikan keringanan biaya pendidikan selama nyantri dan sekolah di MTs dan MA al-Mawaddah. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia, diantaranya Subang, Indramayu, Brebes, Madura, Lampung, Riau, dan daerah Indonesia timur. 

Dengan tujuan mulia ini, pengadaan infrastruktur pesantren dan madrasah cukup pesat karena banyaknya donatur yang tergerak membantu. Bahkan setiap tahun, para donatur secara khusus memberikan bantuan kepada para santri yatim dengan berbagai bentuk bantuan.

Kini, infrastruktur pesantren dan madrasah sudah cukup memadai dengan berdirinya berbagai ruang kelas, musholla, masjid, asrama putra-putri, laboratorium IPA dan bahasa, meskipun ada beberapa bangunan yang belum rampung.

Untuk meningkatkan kapasitas dan pengembangan diri, pesantren juga melakukan berbagai kegiatan pendidikan non-formal atau ekstrakurikuler, seperti ceramah keagamaan (muhadloroh), kepramukaan, seni membaca al-Qur’an dan tahfidz, marawis, hadroh, qosidah, sholawat simtudduror-ratib, kursus tata busana, bela diri, dan seni kaligrafi.

sumber: nu.or.id

Posting Komentar Blogger

 
Top