iklan

0


izzamedia.com– Maman Suryaman, salah satu peserta ‘shor course’ Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mengisahkan indahnya toleransi beragama yang Ia saksikan saat berada di negara itu.
“Ketika kami datang ke Oxford sana, mereka justru toleran tentang Islam. Mereka membiarkan apa yang mereka yakini, juga dengan siswanya. Keberagaman dibebaskan meskipun beda agama, tidak menjadi batasan untuk saling menghargai,” tandasnya.
Salsabilla Sakinah, mahasiswa asal Indonesia yang kini tengah berkuliah S2 di Newcastle University juga mengatakan hal senada. “Kalau menurutku, Inggris toleran banget sama etnis atau agama apapun,” ujarnya, seperti dilansir Career News.
Menurut Salsa, secara umum, sebenarnya ia merasa keseharian yang dijalani sebagai muslim di Inggris maupun Indonesia tidak banyak berbeda. Kecuali beberapa hal misalnya makanan yang dijajakan mayoritas dilarang dalam Islam.
“Sama kalau azan, enggak dengar langsung dari masjid pakai pengeras suara,” lanjut Salsa sambil tertawa.
Sementara di lingkungan kampusnya sendiri tergolong sangat toleran terhadap agama lain. “Di kampusku bahkan ada musala. Perpustakaan juga ada tempat yang bisa dipakai untuk salat,” paparnya.
Memang, tidak ada alokasi waktu khusus untuk menjalankan ibadah salat layaknya di Indonesia atau di negara Islam lain. Namun, mahasiswa di lingkungannya diperbolehkan keluar kelas untuk salat, seperti keluar untuk ke toilet seperti di Indonesia. “Dosen dan teman juga tidak akan banyak tanya kita keluar mau ngapain,” ujar mahasiswa yang mengambil jurusan Museum Studies ini.
Data yang dikutip dari www.pewresearch.org menyebutkan negara di Eropa dengan populasi tertinggi saat ini adalah Jerman dan Perancis. Dalam beberapa dekade terakhir, umat muslim di Eropa berkembang sekitar 1 persen tiap sepuluh tahun.
Hal tersebut menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat di Eropa untuk menerima semua golongan dari suku, agama, adat, maupun budaya yang berbeda untuk hidup berdampingan secara rukun, mengingat komponen masyarakat yang kini kian beragam.
Menurut Salsa, orang-orang di sekitarnya saat ini cenderung cuek terhadap agama yang dianut orang lain. “Kalau mau menjalankan ibadah, silakan. Mereka tidak akan menghalang-halangi atau meributkan,” ujarnya.
“Prinsipnya, bagimu agamamu, bagiku agamaku,” tambah Salsa.
Toleransi beragam di Inggris juga ditandai oleh buka puasa terpanjang di kota London saat Ramadhan kemarin. Seperti yang dilansir dari halaman kokofeed, tradisi ini salah satunya bisa dilihat di dekat istana Buckingham berada.
Di kota ini, warga muslim berlomba-lomba memberikan makan berbuka puasa. Bahkan, mereka rela jauh-jauh mencari tamu, atau umat non muslim untuk berbuka di tempat mereka dengan membuka iftar sepanjang lurang lebih satu kilometer.


sumber: islaminesia.com

Posting Komentar Blogger

 
Top