iklan

0
Majalah Dakwah Islam Al Intima’
Judul : Capres dan Koalisi Partai Islam?
Edisi : 046; Muharram – Shafar 1435 H / Desember 2013 – Januari 2014 M

Gelaran pesta demokrasi
lima tahunan akan berlangsung dalam beberapa bulan ke depan. Aneka strategi kampanye dilakukan oleh parpol dan calegnya untuk menarik simpati rakyat. Mulai dari kampanye bersih hingga kampanye kotor. Mulai tebar sembako, aneka baksos, bagi-bagi kalender, kaos hingga bagi-bagi uang. Semua dilakukan demi tercapainya target yang telah dicanangkan oleh seluruh partai peserta pemilu 2014 yang akan datang.

Mediapun senada. Banyak pemberitaan, survei dan aneka iklan caleg ataupun capres yang kian menghiasai layar kaca kita. Apalagi, stasiun-stasiun televisi yang dimiliki oleh salah satu kandidat capres, hampir setiap hari berkali-kali, mereka memutar iklan. Mulai iklan garing, hingga bentuk lain berupa lagu, retorika dan seterusnya. 

Tak kalah menariknya, aneka wacana dan prediksipun digulirkan. Baik yang independen maupun yang memihak. Sehingga, sebagai warga negara yang cerdas, kita perlu menilik lebih jauh, melihat lebih mendalam. Agar tak salah pilih, agar tak tertipu untuk kesekian kalinya. Pasalnya, hingga kini, banyak pemilih yang membeli kucing dalam karung.

Berbicara pemilu, maka tak bisa dipisahkan dari wacana koalisi. Khususnya untuk menyongsong pilpres yang diadakan setelah pemilihan legislatif. Koalisi, memang tak segampang yang dikira. Karena di sana, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan. Bagi partai-partai kecil, koalisi menjadi sebuah cara efektif untuk menaikkan pamornya. Bagi partai besar, koalisi juga berperan dalam mengokohkan kekuatan mereka. 

Tak terkecuali dengan koalisi partai Islam. Apalagi, Indonesia merupakan mayoritas muslim. Menurut berbagai pendapat, jika partai Islam bisa melakukan koalisi, maka partai Islam akan menang. Meskipun, kemenangan partai Islam tidak serta merta menghasilkan solusi. Karena setelah itu, oknum-oknum yang terlibat di dalamnya akan mempertaruhkan kredibiltasnya. Jika mereka menang dan berhasil mengejawantahkan Islam untuk menyejejahterakan masyarakat, maka itu menjadi kabar baik. Namun, jika yang terjadi adalah sebaiknya, maka hal itu akan semakin memperpuruk kaum muslimin sendiri. Bagi musuh-musuh Islam, koalisi ini tidak boleh dibiarkan. Karena kemenangan Islam, berarti kekalahan bagi mereka. 

Sayangnya, dalam hal ini, partai-partai Islam sulit untuk mencapai kata sepakat. Di samping banyak alasan teknis, nampaknya perpecahan yang dihembuskan oleh musuh-musuh Islam masih mendominasi. Sehingga, Islam yang satu menjadi terkotak-kotakkan oleh aneka konspirasi. Khususnya, dalam hal ideologi, madzhab dan sejenisnya. 

Padahal, kaum muslimin memiliki banyak stok pemimpin yang bisa dijadikan alternatif dalam mengangkat negeri ini dari keterpurukan. Bukan hanya mereka yang berasal dari pengurus partai, tetapi juga dari kalangan profesional yang jelas keberpihakannya terhadap Islam. 

Tentu, dalam hal ini, kita harus tetap selektif. Karena salah pilih bisa berakibat fatal. Yang paling sederhana, pelajari dengan seksama. Lihat siapa pengusungnya, jika perlu, kenali keluarganya. Karena keluarga adalah miniatur terkecil masyarakat. Sangat mustahil seseorang bisa memimpin sebuah negara jika keluarganya saja berantakan. 

Dalam hal ini, kita bisa melihat alternatif yang ada. Diantara beberapa nama yang sudah mulai terdengar dibincangkan adalah Yusril Ihza Mahendra dari PBB, Suryadharma Ali dari PPP, Rhoma Irama, Mahfudz MD dan Muhaimin Iskandar yang diusung PKB, Hatta Radjasa dari PAN, Jusuf Kalla yang menjadi alternatif potensial dan merupakan ketua Dewan Masjid Indonesia. Dari PKS yang baru saja melakukan Pemira (Pemilihan Raya) untuk menentukan capresnya, partai ini relatif memiliki banyak opsi. Mereka memiliki Hidayat Nur Wahid mantan Ketua MPR, Ahmad Heryawan Gubernur Jawa Barat, Irwan Prayitno Gubernur Sumbar, Gatot Pujo Nugroho Gubernur Sumatera Utara, Nur Mahmudi Ismail Wali Kota Depok, ataupun Anis Matta yang saat ini menjadi Presiden Partai. 

Nama-nama ini bisa dijadikan alternatif untuk mengimbangi calon-calon yang kurang peduli terhadap Islam dan kaum muslimin. Tentu, dengan pertimbangan matang berdasarkan keshalihan dan prestasi mereka selama ini. 

Terkait pemimpin ini, kita mesti menilik ulang pada apa yang telah disebutkan al-Qur’an. Baik itu dalam konteks Pemimpin ‘pilihan langit’ seperti Tholut, meskipun tak disukai oleh mayoritas Bani Israil karena berasal dari kalangan miskin, atau konteks ‘qowiyyun amiin’ seperti Musa yang berhasil menaklukan Fir’aun, ataupun ‘hafidzun ‘aliim’ yang berhasil mengantarkan Yusuf memimpin Mesir. Dari ketiga karakter kepemimpinan yang berbeda inilah, kita harus selektif. Karena salah pilih, bisa berakibat fatal. Apalagi, menjadi pasif dan hanya mengutuk kegelapan. Semoga, Allah berikan pemimpin terbaik untuk kita. Yang cinta kepadaNya, RasulNya, juga rakyat-rakyatnya. 

Posting Komentar Blogger

 
Top